بسم الله الرحمن الرحم
Sebagai seorang aktivis kelompok sayap kiri dan pendukung Neo-Nazi, lelaki asal Inggris ini menempuh perjalanan panjang dan berliku sebelum akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam . Ego sebagai bagian dari masyarakat Barat yang modern dan maju, menghalanginya untuk menemukan cahaya Islam. Namun ia yakin Allah swt telah membimbing dan memberikannya hidayah, hingga ia masuk ke sebuah masjid, mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang Muslim dengan nama Abdul Aziz Myatt .
Perkenalan Myatt dengan Islam berawal ketika ia berlibur ke Mesir. Di negeri Piramida itu ia berkunjung ke sebuah masjid dan hatinya tersentuh dengan keindahan suara adzan yang dilantunkan dari masjid itu meski ia belum mengerti apa itu adzan. Sejak itu, Myatt mulai ingin tahu tentang Islam dan setiap berlibur ke Mesir, ia mencari kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Muslim Mesir dan menanyakan tentang agama mereka. Myatt juga membeli sebuah al-Quran, membacanya sedikit demi sedikit hingga ia berkesimpulan ajaran al-Quran adalah ajaran yang masuk akal dan makin membuatnya kagum dengan Islam dan umat Islam.
"Semakin banyak saya bertemu dengan Muslim, saya semakin mengagumi mereka," kata Myatt.
Ketika itu, Myatt tidak langsung berpikiran untuk masuk Islam. Ia masih dikuasai oleh egonya, cara hidupnya sebagai orang Barat dan dua hal yang membuatnya menahan diri untuk tidak mengapresiasi Islam secara penuh dan mempelajarinya lebih jauh lagi.
Dua hal itu adalah, pertama, karena keyakinannya yang tertanam sejak lama pada alam semesta. Keyakinan bahwa umat manusia adalah milik dari seorang "ibu" yaitu "bumi". Kedua, karena budaya bangsanya yang membuatnya merasa lebih mulia dan superior dibandingkan bangsa lainnya. Selama puluhan tahu, Myatt terombang-ambing dalam keyakinan itu, yang ia pikir sebagai sumber dari zat yang suci. Belum lagi posisinya sebagai aktivis kelompok sayap kiri dan Neo-Nazi yang membuat banyak orang termasuk para wartawan yang menilainya sebagai politisi yang jahat.
"Ketika itu saya masih bersikap arogan, yang hanya percaya dengan keyakinan saya sendiri dan dalam memahami apa yang telah saya raih," imbuh Myatt.
Hatinya tergerak kembali untuk mulai serius mempelajari Islam ketika ia beralih profesi, mengelola sebuah peternakan. Ia bisa bekerja selama berjam-jam seorang diri. Kedekatannya dengan alam, mengetuk jiwa dan rasa kemanusiaannya. Ia mulai menyadari kesatuan alam semesta dan bagaimana ia menjadi bagian dari semua itu yang ciptakan oleh Tuhan.
Jauh di dasar hatinya, Myatt mengakui bahwa alam semesta ini tidak terjadi secara kebetulan tapi memang diciptakan. Terkadang keyakinan dan ego lamanya muncul. Ia merasakannya seperti berperang dengan godaan setan. Namun ia makin meyakini di dalam hatinya tentang satu-satunya Sang Maha Pencipta.
Perkenalan Myatt dengan Islam berawal ketika ia berlibur ke Mesir. Di negeri Piramida itu ia berkunjung ke sebuah masjid dan hatinya tersentuh dengan keindahan suara adzan yang dilantunkan dari masjid itu meski ia belum mengerti apa itu adzan. Sejak itu, Myatt mulai ingin tahu tentang Islam dan setiap berlibur ke Mesir, ia mencari kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Muslim Mesir dan menanyakan tentang agama mereka. Myatt juga membeli sebuah al-Quran, membacanya sedikit demi sedikit hingga ia berkesimpulan ajaran al-Quran adalah ajaran yang masuk akal dan makin membuatnya kagum dengan Islam dan umat Islam.
"Semakin banyak saya bertemu dengan Muslim, saya semakin mengagumi mereka," kata Myatt.
Ketika itu, Myatt tidak langsung berpikiran untuk masuk Islam. Ia masih dikuasai oleh egonya, cara hidupnya sebagai orang Barat dan dua hal yang membuatnya menahan diri untuk tidak mengapresiasi Islam secara penuh dan mempelajarinya lebih jauh lagi.
Dua hal itu adalah, pertama, karena keyakinannya yang tertanam sejak lama pada alam semesta. Keyakinan bahwa umat manusia adalah milik dari seorang "ibu" yaitu "bumi". Kedua, karena budaya bangsanya yang membuatnya merasa lebih mulia dan superior dibandingkan bangsa lainnya. Selama puluhan tahu, Myatt terombang-ambing dalam keyakinan itu, yang ia pikir sebagai sumber dari zat yang suci. Belum lagi posisinya sebagai aktivis kelompok sayap kiri dan Neo-Nazi yang membuat banyak orang termasuk para wartawan yang menilainya sebagai politisi yang jahat.
"Ketika itu saya masih bersikap arogan, yang hanya percaya dengan keyakinan saya sendiri dan dalam memahami apa yang telah saya raih," imbuh Myatt.
Hatinya tergerak kembali untuk mulai serius mempelajari Islam ketika ia beralih profesi, mengelola sebuah peternakan. Ia bisa bekerja selama berjam-jam seorang diri. Kedekatannya dengan alam, mengetuk jiwa dan rasa kemanusiaannya. Ia mulai menyadari kesatuan alam semesta dan bagaimana ia menjadi bagian dari semua itu yang ciptakan oleh Tuhan.
Jauh di dasar hatinya, Myatt mengakui bahwa alam semesta ini tidak terjadi secara kebetulan tapi memang diciptakan. Terkadang keyakinan dan ego lamanya muncul. Ia merasakannya seperti berperang dengan godaan setan. Namun ia makin meyakini di dalam hatinya tentang satu-satunya Sang Maha Pencipta.
Abdul Aziz Myatt tahun 1989
"Untuk pertama kalinya saya merasa diri saya begitu kecil. Kemudian tanpa sengaja saya mengambil al-Quran dari rak buku, al-Quran yang saya beli waktu berkunjung ke Mesir. Saya mulai membacanya dengan seksama. Sebelumnya, saya hanya membolak-balik lembarannya dan membaca sepintas lalu beberapa ayat," tutur Myatt.
"Apa yang saya temukan di al-Quran adalah hal-hal yang logis, alasan, kebenaran, keadilan, kemanusiaan dan keindahan," sambungnya.
Myatt makin tertarik untuk lebih mendalami agama Islam. Ia pun mencari informasi tentang Islam lewat internet dan membaca banyak artikel tentang agama Islam di situs-situs Islam. Dengan melepaskan semua prasangka dan arogansinya, Myatt harus mengakui kalau agama Islam adalah agama yang mulia.
"Saya merasakan menemukan ajaran tentang kemuliaan, rasa hormat, rasa saling percaya, keadilan, kebenaran, kemasyarakatan, mengingat Tuhan setiap hari, disiplin diri, penyikapan terhadap materi dari sisi spiritual dan pengakuan bahwa kita adalah hamba yang harus mengabdi pada Tuhan," papar Myatt.
Ia juga mempelajari sosok Nabi Muhammad saw dan kehidupannya. Bagaimana Rasulullah menyebarkan agama Islam dan membentuk sebuah peradaban manusia, yang membuat Myatt terkagum-kagum. "Bagi saya, ia (Rasulullah) adalah manusia sempurna dan contoh sempurna yang harus kita tiru," tukas Myatt.
Ia melanjutkan, "Semakin banyak saya tahu tentang Islam, semakin banyak keraguan dan pertanyaan dalam diri saya yang terjawab selama hampir 13 tahun belakangan ini. Saya benar-benar merasa bahwa saya akhirnya 'pulang ke rumah', menemukan jati diri saya. Rasanya seperti ketika saya pertama kali tiba di Mesir dan berkeliling kota Kairo dengan menara-menara masjid dan suara adzannya."
Myatt merasa bahwa hijrahnya ke agama Islam bukan sebuah pertanyaan lagi, tapi sebuah tugas yang harus dilakukan. Karena saya telah menemukan kebenaran bahwa Tiada Tuhan Selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusanNYa.
Myatt kemudian mendatangi sebuah masjid dan menyatakan ingin menjadi seorang Muslim. Ia diterima oleh jamaah masjid dengan hangat dan penuh rasa persaudaraan, yang membuatnya terharu dan meneteskan air mata. Ia bersyukur Allah swt telah menunjukannya jalan yang benar. (ln/iol/eramuslim)
"Saya merasakan menemukan ajaran tentang kemuliaan, rasa hormat, rasa saling percaya, keadilan, kebenaran, kemasyarakatan, mengingat Tuhan setiap hari, disiplin diri, penyikapan terhadap materi dari sisi spiritual dan pengakuan bahwa kita adalah hamba yang harus mengabdi pada Tuhan," papar Myatt.
Ia juga mempelajari sosok Nabi Muhammad saw dan kehidupannya. Bagaimana Rasulullah menyebarkan agama Islam dan membentuk sebuah peradaban manusia, yang membuat Myatt terkagum-kagum. "Bagi saya, ia (Rasulullah) adalah manusia sempurna dan contoh sempurna yang harus kita tiru," tukas Myatt.
Ia melanjutkan, "Semakin banyak saya tahu tentang Islam, semakin banyak keraguan dan pertanyaan dalam diri saya yang terjawab selama hampir 13 tahun belakangan ini. Saya benar-benar merasa bahwa saya akhirnya 'pulang ke rumah', menemukan jati diri saya. Rasanya seperti ketika saya pertama kali tiba di Mesir dan berkeliling kota Kairo dengan menara-menara masjid dan suara adzannya."
Myatt merasa bahwa hijrahnya ke agama Islam bukan sebuah pertanyaan lagi, tapi sebuah tugas yang harus dilakukan. Karena saya telah menemukan kebenaran bahwa Tiada Tuhan Selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusanNYa.
Myatt kemudian mendatangi sebuah masjid dan menyatakan ingin menjadi seorang Muslim. Ia diterima oleh jamaah masjid dengan hangat dan penuh rasa persaudaraan, yang membuatnya terharu dan meneteskan air mata. Ia bersyukur Allah swt telah menunjukannya jalan yang benar. (ln/iol/eramuslim)
Blog : http://aboutmyatt.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar