بسم الله الرحمن الرحم
Peringatan maulid yang banyak diselenggarakan, tidaklah pernah kosong dari kemungkaran, bidah dan pelanggaran terhadap syariat Islam. Peringatan ini tidak pernah diselenggarakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, juga tidak oleh para sahabat, tabi’in dan imam yang empat, serta orang-orang yang hidup di masa generasi terbaik serta tidak ada dalil syariat tentang penyelenggaraan acara ini.
1. Kebanyakan orang-orang yang menyelenggarakan peringatan maulid terjerumus pada perbuatan syirik, yakni ketika mereka mengatakan:
يا رسول الله غوثا و مدد يا رسول الله عليك المعتمد
يا رسول الله فرج كربنا ما رآك الكرْبُ إلا و شرَد
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berilah kami pertolongan dan bantuan.
Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami bersandar kepadamu.
Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hilangkanlah derita kami.
Tiadalah derita itu melihatmu, kecuali ia akan lari.”
Seandainya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar senandung tersebut, tentu beliau akan menghukuminya dengan syirik besar. Sebab pemberian pertolongan, penyandaran dan pembebasan dari segala derita adalah hanya Allah semata. Allah berfirman,
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan?” (An-Naml: 62)
Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar mengatakan kepada segenap manusia,
قُلْ إِنِّي لا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلا رَشَدًا
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu ke-manfaatan’.” (Al-Jin: 21)
Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri bersabda,
إِذَا سَأَلْتَ فَسْأَلِ اللَّهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Bila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan bila kamu me-mohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadis hasan sahih)
2. Kebanyakan pada perayaan maulid terdapat sanjungan serta pujian yang berlebihan kepada Rasulullah. Padahal Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang hal tersebut. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تــطروْنِيْ كَماَ أطرتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقَوُلْوا عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلِهِ
“Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah ‘Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya.” (HR. Al-Bukhari)
3. Dalam ulang tahun perkawinan dan lainnya, (terkadang) diucapkan bahwa Allah menciptakan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam dari cahaya-Nya, lalu menciptakan segala sesuatu dari cahaya Muhammad. Al-Quran mendustakan mereka, dalam firman-Nya,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku, ‘Bahwa sesungguhnya sesembahan kalian itu adalah Sesembahan Yang Maha Esa’.” (Al-Kahfi: 110)
Telah kita ketahui pula bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diciptakan dengan perantara seorang bapak dan seorang ibu. Beliau adalah manusia biasa yang dibedakan dengan pemberian wahyu oleh Allah.
Dalam peringatan maulid tersebut, sebagian mereka juga mengatakan bahwa Allah menciptakan alam semesta karena Muhammad. Al-Quran mendustakan apa yang mereka katakan itu.
Allah berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” (Adz-Dzaariyaat: 56)
4. Orang-orang Nasrani merayakan hari kelahiran Isa Al-Masih, demikian pula mereka merayakan hari ulang tahun sanak famili mereka. Dari tradisi mereka inilah, kaum muslimin mengambil bidah ini (yaitu perayaan ulang tahun –pent.). Mereka merayakan maulid (ulang tahun) nabi mereka, serta merayakan ulang tahun setiap sanak famili mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan,
مَنْ تَـشَـبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud)
5. Dalam peringatan maulid Nabi tersebut, banyak terjadi ikhtilath (campur aduk laki-laki dan perempuan dalam satu ruangan –pent.). Ini merupakan perkara yang sesungguhnya diharamkan oleh Islam.
6. Harta yang dihabiskan untuk menghiasi perayaan maulid berupa kertas dekorasi, cat, lampu hias dan yang selain itu mencapai jutaan. Uang sebanyak itu dihabiskan tanpa adanya faedah dan tidak sebanding dengan uang yang diperoleh orang-orang kafir yang menjual hiasan-hiasan yang diimpor dari negeri mereka. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang untuk menyia-nyiakan harta.
7. Waktu yang dipergunakan untuk hiasan-hiasan itu terkadang menyebabkan mereka meninggalkan shalat, sebagaimana yang kami perhatikan.
8. Sudah menjadi tradisi bahwa di akhir acara peringatan mauled, orang-orang berdiri, dengan keyakinan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam hadir. Ini adalah kedustaan yang nyata. Sebab Allah Subhannahu wa ta’ala berfirman,
وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka di-bangkitkan.” (Al-Mu’minuun: 100)
Yang dimaksud barzakh (dinding) pada saat tersebut adalah pembatas antara dunia dengan akhirat.
Anas bin Malik radhiallaahu ‘anhu berkata,
“Tidak ada seorang pun yang lebih dicintai oleh para sahabat daripada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Tetapi jika mereka melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka tidak berdiri untuk (menghormati) beliau, karena mereka tahu bahwa Rasulullah membenci hal itu.” (Sahih, HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)
9. Sebagian orang mengatakan, “Dalam maulid, kami membaca siroh (perjalanan hidup) Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Tetapi pada kenyataannya mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan sabda dan siroh beliau. Seorang yang mencintai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah yang membaca siroh beliau setiap hari, bukan setiap tahun. (Mereka bersuka-ria –pent.) pada bulan Rabi’ul Awal, bulan kelahiran Nabi, juga merupakan bulan di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Maka bersuka cita di dalamnya tidak lebih utama daripada bersedih pada bulan tersebut.
10. Seringkali peringatan maulid itu berlarut hingga tengah malam. Akhirnya mereka, minimal meninggalkan salat Shubuh secara berjamaah, atau malahan tidak melakukan salat Shubuh.
11. Banyaknya orang yang ikut tidaklah menjadi pembenaran bagi peringatan maulid. Karena Allah Subhannahu wa ta’ala telah berfirman,
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Al-An’am: 116)
Hudzaifah berkata, “Setiap bidah adalah sesat, meskipun oleh manusia hal itu dianggap sebuah kebaikan.”
12. Hasan Al-Bashri berkata, “Sesungguhnya Ahlus Sunnah, sejak dahulu adalah kelompok minoritas di antara manusia. Demikian pula, sampai saat ini mereka adalah minoritas. Mereka tidak mengikuti para tukang maksiat dalam kemaksiatan mereka, tidak pula para ahli bidah dalam perbuatan bidah mereka. Mereka bersabar atas jalan yang mereka tempuh ini, sampai mereka menghadap Rabb mereka. Oleh karena itulah mereka menjadi Ahlus Sunnah”.
13. Sesungguhnya yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Raja Al-Muzhaffar di negeri Syam, pada awal abad ke tujuh hijriah. Sedangkan yang pertama kali mengadakan maulid di Mesir adalah orang-orang Fathimiyun. Mereka ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir adalah orang-orang kafir, fasik dan fajir (tukang maksiat –pent.).
Oleh: Asy Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu
Diterjemahkan dari Minhaj Firqatinnajiyah, Darul Haramain, halaman 108-110.
copast dari : http://ulamasunnah.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar