Tragedi Koja : Fitnah Kuburan Malapetaka Umat

بسم الله الرحمن الرحم

Kalau kita menengok perkembangan ideologi umat dewasa ini, maka banyak dijumpai kuburan-kuburan yang dikeramatkan oleh sebagian manusia, dan menjadi tempat yang lebih ramai dari tempat-tempat wisata. Mereka berduyun-duyun datang dari penjuru daerah maupun negara untuk meraih berbagai hajatnya masing-masing. Ada yang datang untuk meminta jodoh, jabatan, kekayaan, ataupun mendatangkan keselamatan hidup. Ada juga sebagian lainnya datang untuk beribadah kepada Allah seperti shalat, membaca Al Qur’an dan yang lainnya dengan anggapan bahwa beribadah di samping kuburan orang shalih lebih mendatangkan kekhusyu’an.

Sementara di sisi lain masjid-masjid Allah semakin sunyi dari jama’ah, sungguh ironis sekali. Hal inilah yang mendorong untuk dimuatnya tema ini, sebagai bentuk nasehat dan tambahan ilmu untuk kita semua, yang didasari atas rasa ukhuwah (solidaritas) imaniyah semata. Rasulullah bersabda:

الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ ، الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ ، الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ

“Agama adalah nasehat, Agama adalah nasehat, Agama adalah nasehat. (HR. Muslim, dari sahabat Tamim Ad Daari )

Bisakah Orang Mati Memberikan Manfaat ?

Secara fitrah yang suci, orang yang telah mati tidak mampu lagi berhubungan dengan orang yang hidup, baik berbicara ataupun mendengar panggilan orang yang memanggil. Lebih dari itu, Allah sebagai dzat Yang Maha Mengetahui tentang makhluk-Nya menetapkan bahwa orang yang mati telah terputus amalnya, tidak lagi ia mampu menjawab panggilan orang yang memanggil atau mengabulkan do’a orang yang berdo’a kepadanya, dan tidak ada seorang pun yang mampu menjadikan orang mati dapat berinteraksi dengan orang yang hidup. Sebagaimana firman Allah (artinya): “Dan orang-orang yang kalian sembah selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kalian menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruan kalian, dan kalaupun mereka mendengarnya mereka tiada dapat memperkenankan permintaan kalian dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikan kalian……” (Faathir: 13-14)

Begitu juga firman-Nya:

“Dan kamu (Wahai Muhammad) sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang-orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (Faathir: 22)

Rasululah bersabda (artinya):

“Bila anak Adam (manusia) telah meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya.” (HR. At Tirmidzi dan An Nasaa’i)

Pengagungan Kuburan Dari Masa Ke Masa

Awal mula munculnya fitnah pengagungan kuburan ini, terjadi pada kaum Nabi Nuh u, sebagaimana diberitakan oleh Allah Ta’ala tentang mereka (artinya): “Nuh berkata: “Wahai Rabbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan mereka telah melakukan tipu daya yang amat besar”. Mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.…” (Nuh: 21-24)

Ibnu ‘Abbas dalam riwayat Al Bukhari menyatakan: “Sesembahan tersebut adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh u. Ketika orang-orang shalih itu mati, tampillah setan membisikkan kepada orang-orang; Dirikanlah di majelis-majelis kalian patung-patung mereka dan namakanlah dengan nama-nama mereka! Orang-orang pun melakukan hal tersebut namun masih belum disembah, sampai orang-orang itu meninggal (dari generasi ke generasi) dan ilmu semakin dilupakan, akhirnya patung-patung tersebut itu pun disembah.”

Fitnah pengagungan kuburan terus berlangsung dari masa ke masa. Termasuk Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashara) juga mendapat kutukan dari Allah , disebabkan mereka terjatuh dalam pengagungan kuburan ini. Al Imam Al Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahih keduanya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah, bahwa Ummu Salamah menceritakan kepada Rasulullah apa yang ia lihat tentang gereja Maria di negeri Habasyah (Ethopia) yang di dalamnya terdapat gambar-gambar/patung-patung. Rasulullah bersabda: “Mereka (Yahudi dan Nashara), bila ada seorang shalih diantara mereka meninggal, maka mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat patung-patung (monumen-monumen) ataupun gambar-gambar orang shalih tersebut di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah . (Al Bukhari 1/15 dan Muslim 1/375)

Rasulullah diutus ke muka bumi juga pada saat bangsa Arab terfitnah dengan penyembahan patung orang-orang shalih yang di tancapkan di kuburan-kuburan mereka atau disekitar Ka’bah. Terbukti -hal yang demikian itu- dengan firman Allah Ta’ala (artinya): “Apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata, Al-’Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah patut untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah anak perempuan. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.”(An-Najm: 19-22)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata: “Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas beliau berkata tentang firman Allah “Al-Latta dan Al-’Uzza.”: “Al-Latta adalah seseorang yang membuat adonan roti dari gandum untuk para jamaah haji (tatkala ia mati orang-orang beri’tikaf di atas kuburnya lalu mereka menjadikannya berhala -red).” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/35 dan Al Qaulul Mufid 1/253 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin)

Para pembaca, kita bisa menyaksikan (langsung) pula bahwa malapetaka atau fitnah kuburan ini pun merupakan asal usul kekafiran dari agama-agama selain agama samawi, seperti Hindu, Budha, Konghuchu, agama-agama sesat yang ada di Yunani dan kepercayaan-kepercayaan lainnya yang tersebar di belahan dunia ini. Atas dasar itulah, sesungguhnya hakekat seluruh bentuk kekufuran adalah satu, karena dedengkot kekufuran itu adalah satu pula yaitu Iblis la’natullah.

Bentuk-Bentuk Pengagungan Kubur

Para pembaca, sesungguhnya fitnah pengagungan kuburan ini bermula dari sikap ghuluw (ekstrim) di dalam memuliakan orang-orang shalih. Padahal sikap ghuluw merupakan cara jitu iblis dan pengikutnya untuk menjatuhkan manusia dalam kebinasaan, dan ternyata telah terbukti pada kaum-kaum sebelum Islam. Pantaslah Rasulullah bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُو فَإِنَّمَا أَهْلََكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الغُلُو

“Hati-hatilah kalian dari perbuatan ghuluw (melampaui batas), sesungguhnya kebinasaan kaum sebelum kalian adalah karena disebabkan perbuatan ghuluw.”(HR. Ahmad)

Diantara bentuk-bentuk perbuatan ghuluw terhadap kuburan adalah:

1. Membuat Bangunan Di Atasnya.

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Tahdzir As-Sajid (hal. 9-20) membawakan hadits-hadits yang semuanya melarang membuat bangunan di atas kuburan. Diantaranya:

1. Hadits Jabir bin Abdullah :

نَهَىرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah melarang untuk mengapur kuburan, duduk di atasnya dan membuat bangunan (mengkijing dan semisalnya) di atasnya.” (HR. Muslim, 3/62)

2. Hadits Ali , dari Abu Hayyaj Al-Asadi rahimahullah ia berkata:

قاَلَ ليْ علِيُّ بْنُ أَبِيْ طاَلِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى ماَ بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أَنْ لاَتَدَعَ تِمْثاَلاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفاً إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

“Ali bin Abu Thalib berkata kepadaku: ‘Maukah engkau aku utus kepada sesuatu yang Rasulullah telah mengutusku dengannya? (Yaitu) jangan kamu membiarkan patung kecuali kamu hancurkan dan kuburan yang menonjol lebih tinggi melainkan kamu ratakan.” (HR. Muslim)

Kalau kita melihat kenyataan sekarang, jarang sekali kuburan yang bersih dari bangunan, pengapuran, penerangan (lampu), bahkan ada yang dipasang tirai (selambu). Yang semuanya ini dilarang oleh agama, karena selain menyelisihi petunjuk Nabi , bahkan menyerupai kebiasaan orang-orang kafir dan menghambur-hamburkan harta. Padahal usaha tersebut sama sekali tidak memberikan manfaat kepada penghuni kubur, lebih dari itu sebagai fitnah bagi yang masih hidup.

2. Beribadah Kepada Allah Di Sisi Kuburan.

Perbuatan ini berasal dari sebuah keyakinan bahwa beribadah di sisi kuburan lebih bisa mendatangkan kekhusyu’an dan barakah. Disini kita sebutkan beberapa contoh ibadah yang lagi marak dilakukan di atasnya:

Shalat, sesungguhnya ia merupakan ibadah yang sangat mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan syari’at. Telah datang hadits-hadits shohih yang melarang shalat di atas kubur baik mengadap ke kuburan ataupun tidak (yakni menghadap ke kiblat). Diantaranya:

Hadits Abu Martsad Al Ghanawi , Rasulullah bersabda:

لاَتُصَلُّوا إِلَى الْقُبُور

“Janganlah kalian shalat menghadap ke kubur.” (HR. Muslim)

2. Hadits Anas bin Malik :

أَنَّ النَّبِيَّ نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُورِ

“Sesungguhnya Nabi Muhammad melarang shalat diantara kuburan-kuburan.” (HR. Al Bazzar no. 441, Ath Thabrani di Al Ausath 1/280)

3. Hadits Abu Sa’id Al Khudri

الأََرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ

“Bumi dan seluruhnya adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah)

a. Memotong hewan kurban di atasnya. Rasulullah bersabda:

لاَعَقْرَ (أَي عِنْدَ الْقَبْرِ) فِي الإِسْلاَمِ

“Tidak ada sesembelihan di atas kuburan dalam Islam.” (HR. Abu Dawud 2/71, Ahmad 3/197, dari sahabat Anas )

Al Imam An Nawawi berkata: “Menyembelih sembelihan di atas kubur merupakan perbuatan yang dilarang, sesuai kandungan hadits Anas .” (Al Majmu’: 5/320)

c. Sengaja membaca Al Qur’an, berdo’a, bernadzar ataupun jenis ibadah yang lainnya di sisi kuburan.

Semua perbuatan ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, kalau seandainya perkara ini adalah baik niscaya Rasulullah pasti akan menyampaikannya dan para sahabatlah y yang paling dahulu mengamalkannya.

Semestinya rumah-rumah Allah (masjid) ataupun rumah-rumah kita sendiri itulah yang lebih pantas untuk diramaikan dengan berbagai macam ibadah, bukan kuburan. Rasulullah bersabda:

لاَتَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِيْ عِيْدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat untukku, akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud)

Dan jenis perbuatan inipun juga masuk dalam larangan sabda Rasulullah :

لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيآئِهِمْ مَسَاجِدَ

“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara karena mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai masjid-masjid.” (HR. Al-Bukhari, 3/156, Muslim, 2/67 dan lainnya)

Karena makna menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup membangun masjid di atas kuburan dan juga mencakup menjadikan kuburan sebagai tempat sujud (ibadah) ataupun berdo’a walaupun tidak ada bangunan di atasnya. Kecuali berdo’a untuk si mayit, karena inilah yang dianjurkan dalam agama. (Lihat Ahkamul Jana’iz hal. 279 karya Asy Syaikh Al Albani dan Al Qaulul Mufid 1/396)

Sedangkan keyakinan menjadikan penghuni kubur sebagai wasilah (perantara) untuk mendekatkan dia dengan Allah , juga termasuk amalan baru (diada-adakan) yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Rasulullah bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِناَ هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam agama kami ini yang bukan bagian dari agama, maka amalannya akan tertolak.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Al Imam Asy Syafi’i berkata:

مَنِ اسْتَحَْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ

“Barangsiapa yang menganggap baiknya suatu amalan (tanpa dalil), berarti ia telah membuat syari’at.” (Al Muhalla fi Jam’il Jawaami’ 2/395)

Sehingga jenis tawassul seperti ini tergolong dari tawassul yang tidak disyari’atkan (terlarang).

3. Beribadah Kepada Penghuni Kubur.

Tujuan utama yang diharapkan oleh iblis dan bala tentaranya adalah memalingkan manusia untuk mempersembahkan peribadatan kepada selain Allah . Kenyataan ini pun terjadi, banyak kita jumpai kuburan-kuburan yang dikunjungi ratusan bahkan ribuan orang perharinya. Dalam keadaan khusyu’ dan takut, bahkan diiringi linangan air mata, mereka meminta kepada penghuni kubur baik rizki, jodoh, jabatan, atau ketika ditimpa musibah buru-buru menyembelih sembelihan untuk penghuni kuburan tersebut. Inilah hakekat kesyirikan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah Shallallahu'alihi wa Sallam Bersabda :

اللهمَّ لاَتَجْعَل قَبْرِيْ وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللهِ عَلى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai watsan (sesembahan selain Allah), sungguh amat besar sekali kemurkaan Allah terhadap suatu kaum yang menjadikan kuburan-kuburan para nabi sebagai masjid-masjid.” (HR. Ahmad dari sahabat Abu Hurairah)

هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ

“Celaka dan binasalah orang-orang yang melampaui batas (ekstrim).” (HR. Muslim dari sahabat Ibnu Mas’ud )

Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya al jannah, dan tempat kembalinya adalah an naar dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang zhalim.” (Al Maidah: 72)

Akhir kata, kami mengajak seluruh saudara-saudara kaum muslimin untuk meramaikan masjid-masjid Allah Ta’ala dengan majlis-majlis ilmiah yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan apa yang telah dipahami oleh para sahabat nabi . Karena dengan tersebarnya ilmu yang haq ini merupakan jalan keluar terbaik dari musibah (fitnah) yang menimpa umat Islam yaitu pengagungan terhadap kuburan-kuburan yang dikeramatkan.


(Sumber http://www.assalafy.org/mahad/?p=113)