بسم الله الرحمن الرحم
Dauroh bersama Ustadz Muhammad Afifudin As Sidawiy di Masjid Al Anshor, Wonossalam, Ngaglik, Sleman pada hari Senin, 3 Oktober 2011 membahas Kitab 'Arbauna Hadistan fii Madzhabis Salaf karya Asy Syaikh 'Ali Al Haadadi rahimahullahu, Bab Berhati-hati dari Da’i-Da’i Penyesat Umat.
Bismillah,
Termasuk sunnatullah bagi hamba-hamba ini bahwa di muka bumi ini tidak selamanya terjadi kebaikan-kebaikan melainkan terjadi pula kejelekan-kejelekan. Demikian pula ada du’at dholalah dan du’at hidayah. Namun, selamanya ahlulhaq dan ahlulbathil akan berseteru, tidak ada persatuan sampai hari kiamat.
(Kemudian ustadz membacakan sebuah hadist panjang riwayat Bukhari dan Muslim (Mutafaqqun 'alaihi) dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu. Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu merupakan shohibussirr yaitu sahabat Rasulullah yang dipercaya menjaga rahasia Rasulullah terutama dalam hal nama-nama orang munafiqin di Madinah. Beliau dijuluki pula dengan sebutan mutakhosis yaitu sahabat yang spesialis meriwayatkan hadist-hadist tentang fitnah. Dahulu, ketika Rasulullah hallallahu 'alaihi wasallam masih ada, jika ada yang meninggal, para sahabat melihat apakah Rasulullah mau menyalatkan jenazah tersebut atau tidak. Sepeninggal Rasulullah, para sahabat melihat Hudzaifah ibnul Yaman. Jika Hudzaifah ibnul Yaman tidak mau menyalatkan, itu artinya jenazah tersebut tergolong munafiqin.)
Berkata Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu, “Dahulu orang (sahabat) bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang perkara-perkara kebaikan sementara aku banyak bertanya perkara kejelekan karena khawatir akan menimpa diriku.”
Jenis manusia ada empat golongan (menurut penjelasan Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhalirahimahullahu), yaitu:
- pihak yang memahami kedua-duanya yaitu seluk beluk kebaikan dan kejahatan. Ini merupakan orang yang paling sempurna
- pihak yang tidak memahami kedua-duanya. Ini merupakan orang yang paling jelek dan rawan penyimpangan.
- pihak yang memahami kebaikan tetapi kurang memahami kejelekan. Orang seperti ini dikhawatirkan membaca syubhat-syubhat tetapi dikira sebagai kebaikan-kebaikan.
- pihak yang mengetahui kejelekan tetapi kurang memahami prinsip-prinsip kebaikan. Orang seperti ini dikhawatirkan kalah perang karena tidak punya prinsip yang kuat sehingga malah termakan syubhat mereka.
...maka aku (Hudzaifah ibnul Yaman) bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dulu kami pada masa jahiliyyah*/masa kejelekan (sebelum diutusnya Rasulullah) lalu Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini (yaitu Islam, dakwah tauhid). Yaa Rasulullah, apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” maka Rasulullah hallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Na’am, ada.”
*(jahiliyyah mutlak mengandung makna takfir, masa-masa kekufuran. Jadi jangan salah mengistilahkan, misalnya engkau berkata, “dulu ketika saya masih jahiliyyah” karena kalimat tersebut mengandung arti bahwa engkau dulu kafir).
Yang dimaksud kejelekan ini adalah fitnah-fitnah yang terjadi pada masa Utsman bin Affan yaitu pemberontakan penguasa, pemahaman pentakfiran kepada penguasa oleh kaum Khawarij hingga muncul pembunuhan terhadap Utsman bin Affan. Jadi perlu digaris-atasi bahwa kejelekan pertama yang terjadi pasca meninggalnya Rasulullah hallallahu 'alaihi wasallam yaitu pemberontakan penguasa pada akhir pemerintahan Utsman bin Affan.
...kemudian aku (Hudzaifah ibnul Yaman) bertanya lagi, “Apa setelah kejelekan itu ada lagi kebaikan, ya Rasulullah?” Rasulullah pun menjawab, "Ya, tapi ada dakhon (asap tebal).” “Apa itu dakhon, ya Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Suatu kaum yang terbimbing bukan dengan bimbinganku. Engkau mengenali mereka tetapi mengingkari mereka."
Kebaikan yang timbul bukanlah kebaikan murni. Dikatakan oleh para ulama bahwa kebaikan yang keruh itu terjadi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, sementara dakhonnya adalah penguasa setelah Umar bin Abdul Aziz. Ada juga yang menyebutkan bahwa kebaikan yang dimaksud adalah persatuan negeri ... (‘afwan, ketinggalan nyatetnya karena gerak tanganku kalah cepat dengan ‘ngendikane’ ustadz, he), dan yang dimaksud dakhon adalah dzalimnya penguasa. Allohu a’lam.
...maka Hudzaifah bertanya lagi, “ya Rasulullah, apakah setelah kebaikan yang keruh itu masih ada kejelekan?”
“Ada, yaitu da’i yang menyeru ke pintu jahannam, barangsiapa yang mengikutinya maka mereka akan melemparkannya ke neraka jahannam.”
“Seperti apa sifat-sifat da’i tersebut ya Rasulullah?”
“Da’i tersebut termasuk dari kulit kita sendiri (dari kalangan kaum muslimin), berbicara dengan lisan seperti kita (seperti bahasa kita),” jawab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Syaikh ‘Ali Al Haadadi rahimahullahu menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan da’i penyeru umat ke pintu neraka jahannam.
Makna pertama adalah semua da’i dholalah dan da’i bid’ah yang menyeru lepada paham-paham sesat.
- Da’i-da’i khawarij yang menanamkan pemahaman takfir untuk memberontak kepada penguasa, menggulingkan kekuasaan entah dengan isu KKN, gaya reformasi, kudeta militer, dsb.
- Da’i Syiah Rafidhah yang sampai menuhankan Ali bin Abi Thalib bertamengkan dengan sikap cinta kepada ahlul bait.
- Da’i Mu’tazilah yang menentang sifat-sifat Allah dan menyakini nama-nama-Nya, da’i Hadadiyah, Sururiyah, (beberapa disebutkan lagi oleh ustadz), atau da’i-da’i 72 sekte yang ada.
Makna kedua, yang dimaksud dengan da’i penyeru umat ke pintu neraka jahannam adalah orang yang menuntut kepemimpinan, memberontak kepada penguasa dan menginginkan kekuasaan, baik dari kalangan Khawarij maupun selain Khawarij. Baik dari kalangan Khawarij ataupun kalangan elite politik yang mengajak khilafah islamiyyah, mewujudkan daulah islamiyyah, menegakkan hukum syariat di negara-negara yang sudah sah, menggunakan payung partai-partai politik atau organisasi, apapun namanya dan bagaimanapun caranya. Partai politik untuk taholabul mulki (mencari kedudukan). Tidak usah ragu-ragu, berhati-hatilah terhadap mereka. Jalan kedua yang dilakukan mereka adalah dengan jalan jihad ekstrim yang menamakan diri sebagai mujahidin dimana mereka berjihad terhadap kafir dzimmi.
Dari dua makna yang disebutkan ulama di atas, diringkas bahwa da’i di pintu jahannam memiliki kriteri-kriteria sbb:
- pemberontak penguasa yang sah di suatu negara, meliputi pemberontakan fisik/badan atau pemberontakan yang berujung kepada penggulingan kekuasaan.
- tujuan inti mereka adalah untuk mendapatkan kekuasaan dan kepemimpinan.
- adanya al wara wal bara di atas sebuah sekte (pemahaman), cinta yang sempit pada pemahaman pemikiran, hizbiyyah disertai ashobiyyah/fanatisme).
Kejelekan pertama dan terakhir adalah dari kaum Khawarij. Mereka akan terus ada sampai hari kiamat nanti.
“...kemudian Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu bertanya lagi, apa yang harus aku lakukan jika aku mendapati hal tersebut, ya Rasulullah?”
Maka Rasulullah pun menjawab, “Kamu pegangi penguasa (imam) kaum muslimin dan jama’ah mereka.”
Penjelasan: yang dimaksud dengan pegangi adalah menerapkan as sam’u wattho’at (mendengar dan taat) kepada penguasa dalam hal ma’ruf. Sedangkan terhadap pemberontak, selisihi mereka.
“Bagaimana jika kaum muslimin tidak punya jama’ah dan imam?”, tanya Hudzaifah.
“Kalau tidak ada imam, maka jauhilah sekte-sekte tadi walaupun engkau harus menggigit akar pohon sehingga kematian dating menjemputmu dalam keadaan engkau seperti itu. (Mutafaqun ‘Alaihi).
Penjelasan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak menganjurkan untuk mengangkat pemimpin atau mendirikan ormas, tetapi memerintahkan untuk uzlah (mengasingkan diri) walaupun harus menggigit akar pohon hingga mati dan keadaannya masih tetap sama seperti itu. Uzlah sampai mati.
Uzlah ada dua macam:
- Uzlatul kulliyah : pengasingan diri secara total yaitu meninggalkan/mengungsi ke tempat yang sepi dengan membawa aqidah kita.
- Uzlah juziyyah: pengasingan diri pada sebagian perkara dan tidak pada sebagian yang lain. Hal ini dilakukan ketika dakwah ilallah masih bermanfaat dan amar ma’ruf masih mungkin dilakukan. Caranya yaitu uzlah pada hal-hal menyimpang dari syariat tetapi membaur dengan masyarakat dalam perkara-perkara yang mubah dan syar’i.
Adakalanya kita harus uzlah dengan berpindah dari tempat itu, atau adakalanya tidak perlu meninggalkan tempat itu tetapi melakukan kegiatan yang berbeda, dan adakalanya kita tidak boleh meninggalkan tempat itu jika berada dalam lingkungan ahlussunnah.
Faedah dari hadist panjang ini adalah:
1. Anjuran untuk banyak bertanya kepada ahlul ‘ilmi baik dalam perkara kebaikan maupun kejelekan.
2. Bolehnya takhossus bidang kebaikan dan kejelekan, misalnya takhossus aqidah, fiqih, lugoh, dll.
3. Kebaikan yang murni hanya ada pada masa Rasulullah, yang selain itu adalah kebaikan-kebaikan yang ada keruhnya.
4. Adanya syariat untuk memperingatkan umat dari da’i sesat, tahdzir boleh dilakukan walaupun orangnya belum muncul dalam rangka untuk berjaga-jaga, boleh menghajr untuk mengisolasi mereka.
5. Perintah untuk menghindari da’i-da’i dholalah.
6. Prinsip as sam’u wattho’at kepada penguasa dalam hal ma’ruf adalah solusi dari bahaya da’i sesat.
7. Kondisi terakhir umat ini semakin lama semakin jelek, hancur, dan mengerikan tidak seperti zaman awal.
“Tidaklah kalian temui umat sesudahnya melainkan lebih jelek dari sebelumnya hingga akhir nanti kau menjumpai Allah.”
8. Prinsip al baro’atu min ahlul bid’ah wa ahlul hawa’, berlepas diri dari merekan dengan cara tidak bermajlis dengan mereka, tidak mengutip artikel-artikel mereka, tidak mengikuti kajian-kajian mereka, tidak tolong-menolong dalam dakwah dengan mereka, dll. Tinggalkan semua, cukupkan dengan dakwah sunnah.
9. Teguh di atas al haq dalam kondisi apapun sampai kita mati, seperti disebutkan dalam hadist tersebut ‘walaupun kamu harus menggigit akar pohon hingga kematian datang’.
Allohu a’lam.
Sesi Tanya Jawab
1. Bolehkah seorang istri menghajr suami?
(Ustadz tertawa membacakan pertanyaan ini, lha wong pembahasan tema seperti ini pun ada yang tanya tentang persoalan suami istri, hehe, tapi tetap dijawab ‘tdk apa-apa sebagai selingan’ kata beliau)
Yang harus dilakukan oleh seorang istri, pertama adalah bersabar, kedua adalah menunaikan hak-hak suami dan memperbaiki akhlaq, ketiga adalah berbicara dari hati ke hati, sampai kepada jika seorang istri merasa telah bahaya bagi agamanya, maka boleh meminta khulu’ (cerai).
2. Apa benar kata seorang da’i bahwa tanda hitam di dahi adalah tanda niat tidak suci dan perlu diwaspadai?
(Ustadz lagi-lagi tertawa) kemudian menjawab, ringkasnya begini,
“Niat itu urusan Allah, kualitas ibadah tidak diukur dari itu.”
3. Apa makna dari menggigit akar pohon?
Yaitu kondisi sangat mengerikan, atau memang secara maknawi yaitu kondisi tidak ada makanan yang bisa dimakan.
4. Di Indonesia telah berkembang Syi’ah, bagaimana hukum berjama’ah dengan mereka?
Yang berkembang adalah Syi’ah dari Iran, jika memang telah dihukumi kafir secara personal, maka tidak boleh shalat di belakang mereka. Kebanyakan mereka hidup berkumpul dan jarang yang menyendiri, jadi mudah untuk mengenali mereka. Sedangkan jika belum dihukumi kafir, maka hukumnya sama dengan hukum shalat di belakang ahlul bid’ah.
(kemudian ustadz tertawa lagi dan berkata, “Masyaa Allah, pertanyaan-pertanyaannya tajam-tajam sekali ini, dibacakan tidak yaa ikhwah?” -) ...akhirnya pertanyaan berikutnya dibacakan.
5. Bagaimana sikap ahlussunnah jika mendapati penguasanya adalah seorang wanita?
Jika seorang wanita menjadi penguasa, sesalihah apapun dia, maka tetap disikapi sebagai penguasa yang dzalim karena menunjukkan kemaksiatan dia. Ini saja kalau yang shalihah, apalagi kalau yang tidak shalihah. -)
6. Bagaimana sikap kita terhadap penguasa yang merupakan tokoh-tokoh sesat?
Tetap pegangi prinsip mendengar dan ta’at kepada penguasa dalam urusan kebaikan.
(Ustadz, tertawa lagi membaca pertanyaan berikutnya....masyaa Allah,,, -)
7. Banyak da’i-da’i salafiyyin yang menyeru kepada ukhuwah tapi kenapa banyak pula di kalangan ustadz yang berpecah-belah sehingga menjadi terkotak-kotak?
Kita istilahkan kerenggangan saja, jangan menggunakan kata berpecah-belah yaa ikhwah. Kalau terjadi ‘kerenggangan’, maka dicari sebabnya. Jika masalahnya ilmu, maka bukan bidang antum, serahkan kepada ahlinya, kepada ustadz atau masyaikh, kalian ngaji saja, itu kelasnya ‘elite’. Jika masalahnya hati, maka kalian jangan menjadi ‘bensinnya’, akhlaq itu bukan dilihat dari personal. Jika kalian malah menjadi ‘bensin’, maka akan semakin memperkeruh keadaan. Arus bawah lebih deras dari arus atas, nah yang tanya ini dari arus bawah apa atas? (sontak semua ikut tertawa mendengar pertanyaan ustadz, hihi)
Jika kerenggangan antara ahlul bid’ah dan ahlus sunnah, maka memang harusnya seperti itu dan kita boleh ikut andil dalam hal ini.
Quote dari Ustadz : “Jadilah pemersatu umat, bukan pemecah belah umat. Jadilah penentram hati, bukan perenggang hati.”
8. Bagaimana sikap kita terhadap ustadz salafiyyin yang ..... (‘afwan, belum sempat tercatat, hehe)
Dirinci dulu masalahnya apa, apakah ilmiyyah, syar’iyyah, atau manhajiyyah.
Catatan: penjelasan dan jawaban-jawaban dari ustadz ada yang saya tulis apa adanya, ada juga yang hanya merupakan ringkasan atau hanya saya tulis intinya saja. Untuk melengkapi yang kurang, sebaiknya dengarkan rekamannya juga kalau sudah diupload oleh PAKIS. Ok ok.
Allohu a’lam, al ‘afwu minkum. Semua kesalahan penulisan berasal dari keterbatasan saya pribadi.
Yang kemarin juga hadir dan membaca catatan saya ini, maka wajib mengoreksi dan melengkapi tulisan ini, hehe.
0 komentar:
Posting Komentar